Dia adalah sesepuh para aulia di Hadramaut. Konon, ia
sering bersalam dengan Rasulullah SAW. Dialah pula yang pertama kali dimakamkan
di pemakaman Zanbal, Tarim, yang terkenal itu.
Kota Tarim, di Hardamaut, Yaman, dikenal sebagai kota kelahiran para ulama
besar yang kemudian menjadi waliullah. Salah seorang di antaranya, Sayid
Al-Imam Ali ibnu Alwi, yang juga mendapat gelar Imam Ali Khali’ Qasam. Boleh
dibilang, dia adalah sesepuh para ulama besar Hadramaut. Nama lengkapnya Habib
Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad A-Muhajir bin Isa
bin Muhammad bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq.
Sejak kecil ia rajin beribadah dan dikenal cerdas serta berakhlak mulia. Ketika
menginjak dewasa, ia sudah menjadi guru besar karena keluasan ilmu agamanya. Ia
lahir dan dibesarkan di Baitu Jubair, Hadramaut, suatu daerah yang penuh berkah
dan kebaikan. Di sana pula ia mengaji kepada ayahandanya, terutama Al-Quran dan
hadis. Bahkan kemudian sudah mampu pula menghafal Al-Quran. Selain itu, ia juga
belajar dari para ulama besar yang lain di berbagai pelosok Tarim. Akhirnya,
pada 521 H/1101 M ia memutuskan bermukim di kota tersebut.
Dia terkenal dengan julukan Khali’ Qasam, setelah membeli sebidang tanah
seharga 20.000 dinar. Di tanah yang kemudian ia namakan Qasam itu – sesuai nama
tanah keluarganya di Bashrah – ia bertanam kurma. Setelah membangun sebuah
rumah di sana, belakangan beberapa orang mengikuti jejaknya, sehingga kawasan
itu menjadi sebuah permukiman kecil. Lama-kelamaan kawasan itu tumbuh menjadi
sebuah kota kecil bernama Qasam, yang tersohor.
Ia juga dikenal sebagai orang pertama dari keluarga Ba’alwi yang tinggal di
Tarim. Setelah ia menetap di sana, banyak orang berdatangan dan kemudian
bermukim pula di sana. Di Tarim itu juga ia menyemarakkan berbagai majelis
pengajian untuk dakwah, dan di sana pula ia mengajar hadis. Sejak itu ia
termasyhur sebagai ulama yang sangat alim dengan berbagai karamah. Ketika itu,
sangat jarang ada ulama yang mempunyai maqam setinggi itu. Ketinggian maqamnya,
antara lain, ditulis oleh Al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad dalam
syairnya:
Rasulullah membalas salamnya,
“(Salam bagimu) ya Syekh.”
Sebagai jawaban atas salamnya (kepada Rasulullah),
kagumlah orang-orang mulia.
Syair itu menggambarkan karamahnya yang tinggi.
Konon, salah satu karamahnya yang luar biasa ialah, ia selalu berdialog dengan
Rasulullah dalam salat. Setiap kali ia menunaikan salat dan sampai pada tahiat,
ia selalu membaca salam kepada Rasulullah berkali-kali, “As-salamu ‘alaika
ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh,” sampai ia mendengar jawaban
Rasulullah SAW, “As-salamu ‘alaika ya Syekh (salam sejahtera bagimu, wahai
Syekh).” Konon pula, ia juga sering “berhadapan” dengan Rasulullah SAW, lalu
bertanya mengenai segala macam kesulitan, sehingga Rasul menjelaskannya.
Menangislah Kalian!
Karamah-karamah itu juga ditulis oleh para ulama seperti Al-Jundi, Asy-Syaraji,
Ibnu Hisan, dan lain-lain. Al-Allamah asy-Syekh al-Khatib juga menuliskannya
dalam kitab Al-Jauhar asy-Syafa’at. Menurut Syekh Abdul Wahab asy-Sya’rawi,
“Tidak akan sampai seseorang kepada maqam yang mampu berinteraksi langsung
dengan Rasulullah SAW dan mendengar jawaban salamnya, kecuali ia telah
melampaui 247.999 maqam para aulia.” Dan Imam Ali Khali’ Qasam dianggap telah
melampauinya.
Suatu hari, Syekh Abu Al-Abbas al-Mursi bertanya kepada para sahabatnya,
“Adakah di antara kalian yang, ketika menyampaikan salam kepada Rasulullah SAW
dalam salat, langsung mendengar jawaban salam dari Rasul?” Jawab para
sahabatnya, “Tidak ada.” Lalu kata Syekh Abu Al-Abbas, “Menangislah kalian,
karena kalbu kalian tertutup.” Syekh rupanya bermaksud menegaskan karamah Imam
Ali Khali’ Qasam – yang tidak hanya mendapat jawaban salam dari Rasul SAW dalam
salatnya, tapi juga dalam semua kesempatan ketika ia menyampaikan salam kepada
Rasul SAW.
Meski maqamnya cukup tinggi, ia tetap tawaduk, rendah hati, dengan perilaku
yang halus dan pakaian yang sangat sederhana. Ia tidak pernah terlihat lebih
menonjol dari orang lain. Jika duduk bersama orang-orang saleh maupun orang
awam, ia tidak pernah memperlihatkan diri sebagai ulama terkemuka, kecuali
ketika sedang mengajar atau berdakwah. Ia juga sangat dermawan, banyak memberi
santunan, khususnya bagi mereka yang datang dari jauh.
Dialah yang membangun Masjid Bani Ahmad di Tarim, yang kemudian diberi nama
Masjid Ba’alwi, sejak 900 tahun silam. Pembangunan masjid itu dilanjutkan oleh
putranya, Imam Muhammad Shahib Mirbath (wafat 556 H/1136 M).
Imam Ali Khali’ Qasam, ulama besar dan sesepuh para aulia Hadramaut, wafat
berkisar antara 523 hingga 529 H/1103 sampai 1109 M. Akan tetapi, dalam kitab
Nafa’is al-‘Uqud fi Syajarah ‘alal Ba’abud, Habib Muhammad bin Husin Ba’abud
menulis, Imam Ali Khali’ Qasam meninggal pada tahun 527 H/1107 M. Sedangkan
menurut Al-Ustaz Alwi bin Muhammad Bilfagih dalam kitab Syajarah as-Sa’adah
‘alal Bani Alawy, Imam Ali Khali’ Qasam wafat pada 529 H/1109 M. Sementara
dalam riwayat lain disebutkan, ia wafat pada 529 H/1109 M. Jasadnya
disemayamkan di makam Zanbal, Tarim, sebagai ulama pertama keluarga Ba’alwi dan
cucu Imam Ahmad Al-Muhajir, yang dimakamkan di pemakaman Zanbal yang terkenal
itu.
0 komentar: